Selasa, 19 Maret 2013

Pudarnya Mimpi Bintang

Oleh : Ristiana Rochmah

       Disuatu dusun yang jauh dari keramaian kota metropolitan. Tinggalah seorang gadis yang berasal dari kalangan kurang mampu, yang tinggal dirumah yang sangat sesak namun ada kedamaian didalamnya. Sebut saja Bintang, Bintang merupakan anak dari seorang buruh cuci didesanya yang penghasilanya jauh dari kata cukup. Dia merupakan anak pertama dari dua bersaudara, ayahnya belum lama ini telah dipanggil Sang Pencipta dan tenang berada disisinya. Bintang adalah gadis yang pandai disekolahnya, dia selalu mendapat juara umum disekolah. Gadis ini mempunyai hati yang sangat mulia dan pandai bergaul baik dirumah maupun disekolah.

            Aku sudah mengenal dia sejak kami duduk dibangku sekolah dasar hingga duduk dibangku kelas 2 SMA. Kami sudah mengenal kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi tak heran lagi teman-teman sering mengejek kami seperti lem dan prangko. Dimana ada Bulan disitu pasti ada Bintang. Aku dan Bintang tak peduli mereka menganggap kami seperti apa ???.

            Diam-daim belakangan ini aku sering memperhatikan sosok Bintang yang sangat cerdas, berhati mulia dan supel itu. Bintang juga tipikal orang yang pekerja keras, tak kenal lelah walau berkillo-kilo meter jauhnya jarak yang harus dia tempuh untuk sampai kesekolah. Namun dia tetap bersemangat dalam menjalaninya, demi cita-cita yang sangat ia impikan yaitu menjadikan mencerdaskan generasi penerus bangsa ini terutama dilingkungannya yang sangat terpencil bahkan tak ada dipeta sekalipun. Aku pun mulai menagumi sahabat ku itu.

***

Bel pun berbunyi, tanda pelajaran hari ini akan segera dimulai. Tetapi sosok bertubuh mungil tak kunjung menampakkan batang hidungnya, tak seperti biasanya yang selalu datang paling awal ini malah tak muncul sampai bel masuk. Sampai akhirnya Bu Nita pun masuk untuk memberi materi pelajaran Bahasa Indonesia hari ini. Tak biasanya dia telat seperti ini mengingat dia sangat disiplin dalam mengatur waktu apalagi segala sesuatu yang berhubungan dengan sekolah. Seketika Bu Nita menyadarkanku dari lamunan ku menanyakan keberadaan Bintang yang seharusnya duduk di sampingku. Aku pun hanya bisa menggelengkan kepala karena aku tak tahu sama sekali keberadaannya. Seketika ruang kelas menjadi riuh karena tak bisanya Bintang begini.

Kejadian yang sama terulang kembali hingga empat hari berturut-turut lamanya. Dan tak ada kabar yang kami dapat mengenai keadaan Bintang. Selain teman-teman yang merasa kehilangan karena tak ada lagi yang dapat menjawab soal matematika yang kelewat sulit dari Bu Sinta, tak ada lagi yang menjelaskan materi belajar yang kami tidak mengerti. Guru-guru juga merasakan hal yang sama. Seketika Bintang pun menjadi topik pembicaraan di sekolah. Tapi mungkin diantara mereka semua akulah yang paling kehilangan, tak ada lagi canda tawa, suka duka yang biasa kami bagi bersama. Aku sungguh rindu akan semua itu.

Waktu terus berjalan aku pun harus membiasakan diri dengan tak adanya Bintang disampingku, selain itu juga aku harus tebiasa tak ada lagi yang mengajariku ketika sedang belajar karena memang aku cukup lama dalam menyerap materi pembelajaran.

Sampai pada akhirnya tiba-tiba sosok yang selalu aku tunggu kedatangannya ditempat favorit kami bedua muncul dari balik pintu gerbang sewaktu istirahat.
            “hay ??” sapanya padaku yang masih diam tertegun melihatnya berada di depanku.
            “ee.. hay juga ?”
            “kenapa diem aja lo ?”
“enggak ko, kemana aja lo selama ini ga ada kabar ?? lo dicariin tuh sama seisi kelas”
Wajahnya yang semula ceria kini berubah seketika saat aku menanyakan hal tersebut kepadanya.
“loh ko diem aja sih ditanya juga ??” ucapku sambil mendesaknya.
Tapi tiba-tiba Bintang menangis dan memelukku dan aku pun larut dibuatnya sehingga tak sadar aku pun ikut meneteskan air mata. Dan tak sadar Bu Nita sudah memengang pundak kami dan meminta kami untuk masuk keruang BK. Teman- teman yang mengetahui keberadaan Bintang sontak kaget dan menghampiri Bintang untuk sekedar menyapanya namun hal itu ta berlangsung lama karena kami dipinta untuk masuk keruang BK.

Setibanya disana Bu Nita yang juga wali kelas kami langsung menanyakan perihal tak hadirnya Bintang disekolah selama ini. Dengan wajah yang sangat sedih Bintang menjelaskanya.
“Bintang kemana saja kamu hampir seminggu tak sekolah dan sekarang datang pada jam istirahat tanpa mengenakan seragam sekolah ???” ucap Bu Nita lembut, memulai pembicaraan.
“Maaf bu selama ini Bintang tak pernah memberi tahu pada pihak sekolah kalau Bintang Sudah berhenti sekolah...” ucapnya sontak mengagetkanku.
“lo ga becandakan ?? Bintang ??”
“gue serius Bintang mana mungkin gue bohong masa iyah gue boong sama lo sama Bu Nita juga” ucapnya gugup.
“Bulan sabar dulu kita dengar dulu penjelasan dari Bintang ??” ucap Bu Nita menasehatiku.
“baik bu” ucapku kesal.
“Maaf bu Bintang baru memberitahukan hal ini kepada ibu, karena selama ini Bintang harus menjaga ibu yang sudah sering sakit-sakitan dan tak sanggup lagi menjadi buruh cuci, uang yang Bintang dapat dari hasil berjualan seusai pulang sekolah tak cukup untuk kebutuhan keluarga Bintang bahkan untuk membeli obat ibu pun uangnya belum cukup. Jadi Bintang memutuskan untuk berhenti dari sekolah untuk membantu mencari uang untuk memenuhi kebutuhan Bintang dan keluarga. Karena Bintang juga harus menghidupi kedua adik Bintang yang masih kecil ” ucapnya pilu.
“Kenapa lo enggak cerita ke kita semua siapa tau kita bisa bantu ?? ” tanyaku.
“Iyah benar Bintang apa yang dikatakan Bulan kita sebagai sesama umat manusia sudah selayaknya kita membantu terhadap sesama yang sedang mengalami kesulitan. Dan ibumu memang sakit apa bin ??” ucap Bu Nita lembut namun tegas.
“Bintang tahu bu tapi Bintang tak mau membuat orang lain susah karena Bintang. Enggak tahu bu, ibu hanya bisa berbaring ditempat tidur.” ungkapnya sedih.
“Maaf Bintang gue tak bisa membantu, padahal gue ingin sekali memmbantu lo. Karena selama ini lo udah banyak bantu gue. Lo tahu kan kondisi keluarga gue semenjak prusahaan ayah aku bangkrut” ungkapku penuh rasa sesal.
“Iyah Bintang enggak apa-apa ko gue ngerti. Dan gue juga enggak mau buat beban hidup lo jadi bertambah. Gue cuma bisa berdoa yang terbaik buat lo dan semoga ibumu lekas sembuh.”
“Ibu juga meminta maaf atas nama sekolah karena kami tak bisa membantu karena sekolah juga sedang mencari dana untuk pembangunan kelas yang akan roboh. Tapi ini ada sedikit uang kamu simpan yah ?? untuk membeli obat ibumu yang sedang sakit”.
“Terima kasih semoga Tuhan membalas kebaikan ibu dan Buan. Amiiin” ungkapnya dengan rasa penuh syukur.
            “Oh ya bu, aku mohon pamit dan mohon maaf pada ibu dan guru-guru lainnya jika selama disekolah Bintang banyak berbuat salah. Dan Bulan gue juga minta maaf kalau selama ini gue banyak salah sama lo dan salam juga buat teman-teman yang lain.” ungkapnya sedih, Bintang pun beranjak pulang karena dia harus menjalankan aktifitasnya kembali. Dan dia juga berpesan agar aku tetap rajin belajar untuk menghadapi ujian kenaikan kelas nanti.

            Akhirnya Bintang pun pergi meninggalkan sekolah untuk selamanya, sebelum dia pergi kami bedua saling berpelukan da tak ku sangka air mata pun kembali metes dan membasahi pipi. Dalam peluk dia berpesan agar aku tak pernah melupakanya, aku pun berjanji akan mengunjunginya jika liburan tiba nanti. Bu Nita yaang sedari tadi berada diruangan juga ikut menangisi kepergian Bintang yang selama inni menjadi Bintang disekolah yang bersinar terang, tapi kini redup sinarnya walau dia berusaha tetap bersinar dan Bu Nita juga salut terhadap persahabatan kami yang sudah sangat erat. Dan Bintang juga memberiku sepucuk surat yang isinya. Mimpiku memang telah pudar walaupun begitu aku tak akan pernah pudar dihatimu tergantikan oleh sang surya untuk menyinari dunia. Karena Bulan akan terus besinar besama Bintang menerangi dunia dalam gelap.

***

0 komentar:

Posting Komentar