Pudarnya Mimpi Bintang
Oleh : Ristiana Rochmah
Disuatu
dusun yang jauh dari keramaian kota metropolitan. Tinggalah seorang gadis yang
berasal dari kalangan kurang mampu, yang tinggal dirumah yang sangat sesak
namun ada kedamaian didalamnya. Sebut saja Bintang, Bintang merupakan anak dari
seorang buruh cuci didesanya yang penghasilanya jauh dari kata cukup. Dia
merupakan anak pertama dari dua bersaudara, ayahnya belum lama ini telah
dipanggil Sang Pencipta dan tenang berada disisinya. Bintang adalah gadis yang
pandai disekolahnya, dia selalu mendapat juara umum disekolah. Gadis ini
mempunyai hati yang sangat mulia dan pandai bergaul baik dirumah maupun
disekolah.
Aku sudah mengenal dia sejak kami
duduk dibangku sekolah dasar hingga duduk dibangku kelas 2 SMA. Kami sudah
mengenal kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi tak heran lagi
teman-teman sering mengejek kami seperti lem dan prangko. Dimana ada Bulan
disitu pasti ada Bintang. Aku dan Bintang tak peduli mereka menganggap kami
seperti apa ???.
Diam-daim belakangan ini aku sering
memperhatikan sosok Bintang yang sangat cerdas, berhati mulia dan supel itu.
Bintang juga tipikal orang yang pekerja keras, tak kenal lelah walau
berkillo-kilo meter jauhnya jarak yang harus dia tempuh untuk sampai kesekolah.
Namun dia tetap bersemangat dalam menjalaninya, demi cita-cita yang sangat ia
impikan yaitu menjadikan mencerdaskan generasi penerus bangsa ini terutama
dilingkungannya yang sangat terpencil bahkan tak ada dipeta sekalipun. Aku pun
mulai menagumi sahabat ku itu.
***
Bel pun berbunyi, tanda pelajaran hari ini akan
segera dimulai. Tetapi sosok bertubuh mungil tak kunjung menampakkan batang
hidungnya, tak seperti biasanya yang selalu datang paling awal ini malah tak
muncul sampai bel masuk. Sampai akhirnya Bu Nita pun masuk untuk memberi materi
pelajaran Bahasa Indonesia hari ini. Tak biasanya dia telat seperti ini
mengingat dia sangat disiplin dalam mengatur waktu apalagi segala sesuatu yang berhubungan
dengan sekolah. Seketika Bu Nita menyadarkanku dari lamunan ku menanyakan
keberadaan Bintang yang seharusnya duduk di sampingku. Aku pun hanya bisa
menggelengkan kepala karena aku tak tahu sama sekali keberadaannya. Seketika
ruang kelas menjadi riuh karena tak bisanya Bintang begini.
Kejadian yang sama terulang kembali hingga empat
hari berturut-turut lamanya. Dan tak ada kabar yang kami dapat mengenai keadaan
Bintang. Selain teman-teman yang merasa kehilangan karena tak ada lagi yang
dapat menjawab soal matematika yang kelewat sulit dari Bu Sinta, tak ada lagi
yang menjelaskan materi belajar yang kami tidak mengerti. Guru-guru juga
merasakan hal yang sama. Seketika Bintang pun menjadi topik pembicaraan di
sekolah. Tapi mungkin diantara mereka semua akulah yang paling kehilangan, tak
ada lagi canda tawa, suka duka yang biasa kami bagi bersama. Aku sungguh rindu
akan semua itu.
Waktu terus berjalan aku pun harus membiasakan diri
dengan tak adanya Bintang disampingku, selain itu juga aku harus tebiasa tak
ada lagi yang mengajariku ketika sedang belajar karena memang aku cukup lama
dalam menyerap materi pembelajaran.
Sampai pada akhirnya tiba-tiba sosok yang selalu aku
tunggu kedatangannya ditempat favorit kami bedua muncul dari balik pintu
gerbang sewaktu istirahat.
“hay ??” sapanya padaku yang masih
diam tertegun melihatnya berada di depanku.
“ee.. hay juga ?”
“kenapa diem aja lo ?”
“enggak ko, kemana aja lo selama ini ga ada kabar ??
lo dicariin tuh sama seisi kelas”
Wajahnya yang semula ceria kini berubah seketika
saat aku menanyakan hal tersebut kepadanya.
“loh ko diem aja sih ditanya juga ??” ucapku sambil
mendesaknya.
Tapi tiba-tiba Bintang menangis dan memelukku dan
aku pun larut dibuatnya sehingga tak sadar aku pun ikut meneteskan air mata.
Dan tak sadar Bu Nita sudah memengang pundak kami dan meminta kami untuk masuk
keruang BK. Teman- teman yang mengetahui keberadaan Bintang sontak kaget dan
menghampiri Bintang untuk sekedar menyapanya namun hal itu ta berlangsung lama
karena kami dipinta untuk masuk keruang BK.
Setibanya disana Bu Nita yang juga wali kelas kami
langsung menanyakan perihal tak hadirnya Bintang disekolah selama ini. Dengan
wajah yang sangat sedih Bintang menjelaskanya.
“Bintang kemana saja kamu hampir seminggu tak
sekolah dan sekarang datang pada jam istirahat tanpa mengenakan seragam sekolah
???” ucap Bu Nita lembut, memulai pembicaraan.
“Maaf bu selama ini Bintang tak pernah memberi tahu
pada pihak sekolah kalau Bintang Sudah berhenti sekolah...” ucapnya sontak
mengagetkanku.
“lo ga becandakan ?? Bintang ??”
“gue serius Bintang mana mungkin gue bohong masa
iyah gue boong sama lo sama Bu Nita juga” ucapnya gugup.
“Bulan sabar dulu kita dengar dulu penjelasan dari
Bintang ??” ucap Bu Nita menasehatiku.
“baik bu” ucapku kesal.
“Maaf bu Bintang baru memberitahukan hal ini kepada
ibu, karena selama ini Bintang harus menjaga ibu yang sudah sering
sakit-sakitan dan tak sanggup lagi menjadi buruh cuci, uang yang Bintang dapat
dari hasil berjualan seusai pulang sekolah tak cukup untuk kebutuhan keluarga
Bintang bahkan untuk membeli obat ibu pun uangnya belum cukup. Jadi Bintang
memutuskan untuk berhenti dari sekolah untuk membantu mencari uang untuk
memenuhi kebutuhan Bintang dan keluarga. Karena Bintang juga harus menghidupi
kedua adik Bintang yang masih kecil ” ucapnya pilu.
“Kenapa lo enggak cerita ke kita semua siapa tau
kita bisa bantu ?? ” tanyaku.
“Iyah benar Bintang apa yang dikatakan Bulan kita
sebagai sesama umat manusia sudah selayaknya kita membantu terhadap sesama yang
sedang mengalami kesulitan. Dan ibumu memang sakit apa bin ??” ucap Bu Nita
lembut namun tegas.
“Bintang tahu bu tapi Bintang tak mau membuat orang
lain susah karena Bintang. Enggak tahu bu, ibu hanya bisa berbaring ditempat
tidur.” ungkapnya sedih.
“Maaf Bintang gue tak bisa membantu, padahal gue
ingin sekali memmbantu lo. Karena selama ini lo udah banyak bantu gue. Lo tahu
kan kondisi keluarga gue semenjak prusahaan ayah aku bangkrut” ungkapku penuh
rasa sesal.
“Iyah Bintang enggak apa-apa ko gue ngerti. Dan gue
juga enggak mau buat beban hidup lo jadi bertambah. Gue cuma bisa berdoa yang
terbaik buat lo dan semoga ibumu lekas sembuh.”
“Ibu juga meminta maaf atas nama sekolah karena kami
tak bisa membantu karena sekolah juga sedang mencari dana untuk pembangunan
kelas yang akan roboh. Tapi ini ada sedikit uang kamu simpan yah ?? untuk
membeli obat ibumu yang sedang sakit”.
“Terima kasih semoga Tuhan membalas kebaikan ibu dan
Buan. Amiiin” ungkapnya dengan rasa penuh syukur.
“Oh ya bu, aku mohon pamit dan mohon
maaf pada ibu dan guru-guru lainnya jika selama disekolah Bintang banyak
berbuat salah. Dan Bulan gue juga minta maaf kalau selama ini gue banyak salah
sama lo dan salam juga buat teman-teman yang lain.” ungkapnya sedih, Bintang
pun beranjak pulang karena dia harus menjalankan aktifitasnya kembali. Dan dia
juga berpesan agar aku tetap rajin belajar untuk menghadapi ujian kenaikan
kelas nanti.
Akhirnya Bintang pun pergi
meninggalkan sekolah untuk selamanya, sebelum dia pergi kami bedua saling
berpelukan da tak ku sangka air mata pun kembali metes dan membasahi pipi.
Dalam peluk dia berpesan agar aku tak pernah melupakanya, aku pun berjanji akan
mengunjunginya jika liburan tiba nanti. Bu Nita yaang sedari tadi berada
diruangan juga ikut menangisi kepergian Bintang yang selama inni menjadi
Bintang disekolah yang bersinar terang, tapi kini redup sinarnya walau dia
berusaha tetap bersinar dan Bu Nita juga salut terhadap persahabatan kami yang
sudah sangat erat. Dan Bintang juga memberiku sepucuk surat yang isinya.
Mimpiku memang telah pudar walaupun begitu aku tak akan pernah pudar dihatimu
tergantikan oleh sang surya untuk menyinari dunia. Karena Bulan akan terus
besinar besama Bintang menerangi dunia dalam gelap.
***
0 komentar:
Posting Komentar