Selasa, 19 Maret 2013

Dua Jam yang Terlewatkan

Oleh : Putu Wijaya Kusuma

Malam itu Revan berencana untuk pergi ke cafe di sekitar Karawaci. Ia pergi untuk menghadiri acara temannya yang sedang merayakan ulang tahun ke-18. Dia melirik jam dinding kosan miliknya tepat pukul tujuh malam. Revan sangat terkejut, mendapati waktu yang berjalan begitu cepat.

‘Ya Tuhan.. gue lupa beli kado buat si Indra. Dia pasti ngomel kaya emak-emak di pasar’ gumam Revan dalam hati.

Tak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, Revan bergegas mengambil jacket kulit, jam tangan Rolex, serta kalung tengkorak yang semua miliknya berwarna hitam. Dia mematut dirinya di cermin, memastikan tampilannya tidak buruk.

“Loe, selalu tampan Revan” ucapnya pada diri sendiri. Setelah memastikan semuanya sempurna, Revan mengambil kunci motor miliknya dan mulai menstater motor kesayangannya itu. Namun sayangnya, motor itu tak kunjung menyala.

“Ayolah motor jelek. Nyala dong, udah telat nih” ucap Revan ‘gemas’. Ia hampir putus asa, sudah sepuluh menit berlalu dia berkutat dengan mesin-mesin motor bebeknya tetap saja tidak ada yang salah ataupun rusak. Akhirnya dia mengetahui apa yang salah pada motornya yaitu, BENSIN. Motor kesayangannya itu ternyata tidak mempunyai bensin.

“Sial, bilang dong kalo loe gak punya bensin. Gue kan bisa langsung naik taksi.” ujar Revan pada motor yang tak benyawa itu. Ia berlari-lari kecil menuju gerbang kosan dan tak lupa untuk menguncinya.
***
Sampailah ia di pangkalan taksi, sayangnya tak ada satupun taksi disana. Revan sangat kesal, karna biasanya pangkalan taksi itu selalu ada taksi yang mengantri penumpang untuk di tumpangi. Sedikit keberuntungan bagi Revan, ia melihat tukang ojek yang menunggu penumpang yang tak kunjung datang. Segera, ia menghampiri tukang ojek tersebut.
“Bang, ojek dong. Ke cafe Mentawai berapa?” tanyanya
“Dua puluh ribu aja, dek” balas tukang ojek tersebut
“Mahal banget bang, biasanya juga lima belas ribu” ucap Revan tak terima
“Udah mentok itu. Kalo enggak mau juga enggak apa” balas tukang ojek itu acuh
“Yaudah deh bang, cafe Mentawai yah. Gak pakai lama” jawab Revan sinis

Waktu terus berjalan, jam tangan milik Revanpun sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sedangkan ia, setengah perjalananpun belum sampai dan itu semakin membuat Revan panik. Jalanan yang dilalui Revan tak semulus jalan tol. Bahkan jalan tol saja bisa macet. Ya.. beginilah jalanan di kota metropolitan. Apa sih yang tidak ramai?
“Bang, masih lama?” tanya Revan tak sabaran
“Lumayan dek, paling dua puluh menit lagi” balas tukang ojek itu

Revan semakin panik. Keringatnya bercucuran deras, ia tak enak hati pada Indra. Mengingat Indra adalah sahabatnya baiknya dari Sekolah Dasar hingga sekarang. Pertemanan yang cukup lama bukan? Setiap pertemuan ada perpisahan. Revan maupun Indra menyadari itu, setelah lulus SMA mereka memilih kuliah di tempat yang berbeda. Revan memilih kuliah di Jakarta sedangkan Indra akan di Malang.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang cukup menyebalkan. Revan sampai di cafe Mentawai, tempat dimana Indra merayakan acaranya. Revan bergegas masuk kedalam cafe, namun apa yang di dapatnya? Cafe itu sudah sepi, yang tersisa hanya pita warna-warni yang berserakan di atas lantai dan beberapa orang waitress yang sedang membersihkan cafe.

“Maaf mbak, apa benar ada pesta disini?” Tanya Revan pada salah seorang waitress yang sedang sibuk membersihkan meja dengan banyak sampah di atasnya
“Iya benar, yang punya acara namanya Indra. Acara ulang tahun” balas waitress tersebut
“Acaranya selesai jam berapa yah mbak?” tanya Revan lagi
“Sudah satu jam yang lalu, dek” jawabnya santai

Sekilas Revan melihat jam dinding yang ada di cafe Mentawai itu. Betapa terkejutnya dia, jam sudah menunjukan pukul sebelas kurang dua puluh lima menit, jauh berbeda dengan jam tangan Rolex hitam miliknya yang menunjukan pukul delapan lewat lima belas menit. Revan melangkahkan kakinya keluar dari cafe Mentawai dengan perasaan bersalah kepada Indra karna tidak hadir dalam acara besar milik sahabatnya. Ah.. tidak.. tidak.. Revan bukan tidak hadir, ia datang hanya saja tidak tepat waktu.

“Seandainya saja motor jelek itu tidak habis bensinnya, sudah pasti gue nyampe tanpa perlu membuang dua jam yang terlewatkan dengan percuma” ucap Revan merutuki motor jelek tak bernyawanya.

***

0 komentar:

Posting Komentar