Dua Jam yang Terlewatkan
Oleh : Putu Wijaya Kusuma
Malam itu Revan berencana untuk pergi ke cafe di sekitar Karawaci. Ia pergi untuk
menghadiri acara temannya yang sedang merayakan ulang tahun ke-18. Dia melirik
jam dinding kosan miliknya tepat pukul tujuh malam. Revan sangat terkejut,
mendapati waktu yang berjalan begitu cepat.
‘Ya Tuhan.. gue
lupa beli kado buat si Indra. Dia pasti ngomel kaya emak-emak di pasar’ gumam
Revan dalam hati.
Tak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, Revan
bergegas mengambil jacket kulit, jam tangan Rolex,
serta kalung tengkorak yang semua miliknya berwarna hitam. Dia mematut dirinya
di cermin, memastikan tampilannya tidak buruk.
“Loe, selalu tampan Revan” ucapnya pada diri
sendiri. Setelah memastikan semuanya sempurna, Revan mengambil kunci motor
miliknya dan mulai menstater motor kesayangannya itu. Namun sayangnya, motor
itu tak kunjung menyala.
“Ayolah motor jelek. Nyala dong, udah telat nih”
ucap Revan ‘gemas’. Ia hampir putus asa, sudah sepuluh menit berlalu dia
berkutat dengan mesin-mesin motor bebeknya tetap saja tidak ada yang salah
ataupun rusak. Akhirnya dia mengetahui apa yang salah pada motornya yaitu,
BENSIN. Motor kesayangannya itu ternyata tidak mempunyai bensin.
“Sial, bilang dong kalo loe gak punya bensin. Gue
kan bisa langsung naik taksi.” ujar Revan pada motor yang tak benyawa itu. Ia
berlari-lari kecil menuju gerbang kosan dan tak lupa untuk menguncinya.
***
Sampailah ia di pangkalan taksi, sayangnya tak ada
satupun taksi disana. Revan sangat kesal, karna biasanya pangkalan taksi itu
selalu ada taksi yang mengantri penumpang untuk di tumpangi. Sedikit
keberuntungan bagi Revan, ia melihat tukang ojek yang menunggu penumpang yang
tak kunjung datang. Segera, ia menghampiri tukang ojek tersebut.
“Bang, ojek dong. Ke cafe Mentawai berapa?” tanyanya
“Dua puluh ribu aja, dek” balas tukang ojek tersebut
“Mahal banget bang, biasanya juga lima belas ribu”
ucap Revan tak terima
“Udah mentok itu. Kalo enggak mau juga enggak apa”
balas tukang ojek itu acuh
“Yaudah deh bang, cafe Mentawai yah. Gak pakai lama” jawab Revan sinis
Waktu terus berjalan, jam tangan milik Revanpun
sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sedangkan ia, setengah perjalananpun
belum sampai dan itu semakin membuat Revan panik. Jalanan yang dilalui Revan
tak semulus jalan tol. Bahkan jalan tol saja bisa macet. Ya.. beginilah jalanan
di kota metropolitan. Apa sih yang tidak ramai?
“Bang, masih lama?” tanya Revan tak sabaran
“Lumayan dek, paling dua puluh menit lagi” balas
tukang ojek itu
Revan semakin panik. Keringatnya bercucuran deras,
ia tak enak hati pada Indra. Mengingat Indra adalah sahabatnya baiknya dari
Sekolah Dasar hingga sekarang. Pertemanan yang cukup lama bukan? Setiap
pertemuan ada perpisahan. Revan maupun Indra menyadari itu, setelah lulus SMA
mereka memilih kuliah di tempat yang berbeda. Revan memilih kuliah di Jakarta
sedangkan Indra akan di Malang.
Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang cukup
menyebalkan. Revan sampai di cafe
Mentawai, tempat dimana Indra merayakan acaranya. Revan bergegas masuk kedalam cafe, namun apa yang di dapatnya? Cafe itu sudah sepi, yang tersisa hanya
pita warna-warni yang berserakan di atas lantai dan beberapa orang waitress yang sedang membersihkan cafe.
“Maaf mbak, apa benar ada pesta disini?” Tanya Revan
pada salah seorang waitress yang
sedang sibuk membersihkan meja dengan banyak sampah di atasnya
“Iya benar, yang punya acara namanya Indra. Acara
ulang tahun” balas waitress tersebut
“Acaranya selesai jam berapa yah mbak?” tanya Revan
lagi
“Sudah satu jam yang lalu, dek” jawabnya santai
Sekilas Revan melihat jam dinding yang ada di cafe Mentawai itu. Betapa terkejutnya
dia, jam sudah menunjukan pukul sebelas kurang dua puluh lima menit, jauh
berbeda dengan jam tangan Rolex hitam
miliknya yang menunjukan pukul delapan lewat lima belas menit. Revan
melangkahkan kakinya keluar dari cafe
Mentawai dengan perasaan bersalah kepada Indra karna tidak hadir dalam acara
besar milik sahabatnya. Ah.. tidak.. tidak.. Revan bukan tidak hadir, ia datang
hanya saja tidak tepat waktu.
“Seandainya saja motor jelek itu tidak habis
bensinnya, sudah pasti gue nyampe tanpa perlu membuang dua jam yang terlewatkan
dengan percuma” ucap Revan merutuki motor jelek tak bernyawanya.
***
0 komentar:
Posting Komentar