Selasa, 19 Maret 2013

Aku? Seperti ini..

Oleh : Firas Luthfi Dwiyansyah

Malam ini aku masih mampu membuka mata dan menulis sebuah cerita, yaitu sebuah perjalan hidup. Satu kata demi satu kata ku tuangkan dalam sebuah ketikan tangan sederhana, sesekali jariku berhenti sebab aku harus melayani beberapa pembeli yang singgah di kedai ayahku. Di tepi jalan, tempat dimana orang yang berkendaraan berlalu lalang, telah menjadi pandangan yang tak asing bagi ku. Ketika ia berhenti di depan kedai, dengan ramah aku melayaninya. Malam ini tak ada satu bintang pun ku lihat, angin malam yang dingin merasuk dalam setiap pori-pori kulit ku, hingga terasa dingin menembus sampai ketulang-tulang ku. Aku dengan seorang laki – laki separuh baya yang sedang duduk mengarah ke peralatan kerjanya. Matanya yang cekung, tulang pipi menonjol dengan pipinya yang kempis, dan aku pun memperhatikan kedua tulang tangan nya yang berisi  sedang bekerja, membetulkan handphone. Kami menjual pulsa, asesoris handphone dan membetulkan berbagai handphone.       

 Malam ini aku bekerja dengan menjaga dagangan dan menanti kehadiran pembeli untuk membetulkan handphonenya dan menghabiskan barang-barang yang ku dagang. Setiap hari ini ku jalani, bergantian dengan ayahku jika aku hendak bersekolah. Sepanjang hari kedai ini di buka, dari pagi kesiang, sore, lalu kemalam hingga pagi nya lagi dan berulang-ulang terus menerus kedai ini tetap terbuka. Di tempat ini aku banyak mendapat kan pelajaran hidup. Aku bersama dengan pedagang lainnya, orang-orang pendistribusi barang dagang, penjaga malam, dan orang-orang sekitar kedai ayahku. Nama nya juga aku berjaga kedai di tepi jalan, tempat umum, tempat banyak orang berlalu lalang. Ini lah tempat kami mencari nafkah untuk hidup. Aku adalah laki – laki yang dibesarkan oleh seorang ayah yang tampan dan sangat hebat. Aku hanya tinggal bersama ayah dan satu adik tiri ku. Mungkin kalian bertanya "Ibu....?". Aku tak lagi tinggal bersama ibu karena ayah dan ibu ku sudah bercerai sejak aku masih berumur 9 tahun.

Awalnya aku tinggal bersama ibu, kakak, dan adik ku, namun setelah aku lulus dari jenjang SMP, aku memutuskan untuk ikut dengan ayah ku karena aku merasa kasihan dengan ibu ku yang sudah rela banting tulang membiayai kita semua sebagai anak. Mungkin dengan aku ikut ayah, nantinya ibu bisa agak ringan lagi karena ibu hanya tinggal membiayai kakak dan adik ku saja.
  
Kembali lagi ke ayah, jadi aku dengan ayah hanya tinggal bertiga. Aku hidup dengan tangan seorang laki - laki yang kuat yang bisa menggantikan tugas ibuku. Aku harus mengakui bahwa aku adalah korban broken home. Rumah tangga yang gagal dibina. Aku tak malu mengakui ini, karena ini adalah kenyataan hidup yang tak dapat ku sembunyikan dari orang-orang yang tahu benar tentang hidup ku. Aku tak perduli bagaimana orang beranggapan tentang broken home. Bagi ku ini semua adalah perjalanan hidup. Mana ada orang yang mau hidup dengan tekanan batin akibat rusaknya hubungan yang terjalin di dalam rumah tangga, tapi ini adalah sebuah pilihan. Aku tak dapat mencegah keputusan orang tua ku, karena ini adalah keputusan mereka. Mungkin dengan hidup seperti ini ada hal yang lebih indah dan penuh makna yang di sembunyikan Nya, menurut ku seperti itu. Menjadi anak broken home bukan suatu yang hina bagi ku, setiap orang mempunyai perjalanan hidup masing-masing, dan ini adalah hidup yang telah ditulis Nya. 

Aku masih dapat hidup bersama keluarga kecil ku, walau kadang tak dapat ku pungkiri bahwa aku sangat merindukan kehangatan sebuah keluarga, dan kebersamaan dengan keluarga, namun, saat aku mulai merasakan lemah itu, aku melihat aku masih punya ayah yang kuat, aku punya adik yang menjadi motivasi ku untuk hidup tegar seperti ayah ku tercinta, aku segera bangkit dan tidak ingin terlarut dalam kelemahan karena jika aku merasa lemah yang mendalam, maka aku akan terjatuh, sekali aku terjatuh, aku akan tertinggal. Maka untuk tidak menjadi seperti itu, aku lekas menepis dan bangkit dari jeritan-jeritan lemah itu. Aku ingat betul kata-kata ini adalah kata-kata yang menjadi motivasi ku. Kata-kata yang tak pernah ku lupakan yang di sampai kan dari seorang polisi yang pernah singgah di kedai ku saat aku berdagang. 

           Banyak pelajaran yang dapat ku ambil dari orang-orang di sekitar yang kutemui pada tiap hari-hari ku. Dari penjaga malam dan bapak-bapak sekitar kedai ayahku misalnya, aku sudah ramah dan akrab dengan mereka. Aku sering bercanda gurau untuk tetap ceria dengan canda tawa mereka. Ini sangat menyenangkan bagi ku. Aku jadi merasa tak sendiri, aku memiliki banyak orang-orang yang menjadi inspirasi bagi ku. mereka selalu singgah dan menjadi pelanggan, untuk sekedar membeli asesoris handphone, pulsa ataupun membetulkan handphone di kedai ku. Mereka terkadang menemani aku bahkan menjaga ku dari berjaga kedai pada malam hari. Dengan mereka, mendengar cerita mereka, semangat mereka dalam menjalani hidup, dan tak jarang mereka selalu memberikan nasihat baik untuk ku.
          

  Aku tak terlalu ambil pusing kepada orang-orang yang menilai buruk atas ku, ada orang yang menganggap aku seperti laki - laki tak baik karna aku masih harus menjaga kedai hingga tengah malam. Itu semua ku alihkan karena kuat ku untuk hidup ku, tak banyak yang tahu tentang apa yang sebenar nya ku cari dan untuk apa aku jalani hidup seperti ini. Selagi aku masih berjalan dalam jalur yang benar, aku siap hadapi dan menjalani hidup ini. Aku sudah terbiasa hidup dengan orang-orang sederhana. Mereka tak akan membuat gentar perjalanan ku, karena hanya aku yang mengendalikan hidup ku, dan hanya aku yang mengerti akan menjadi apa aku nanti.  Bagi ku seorang motivator tidak hanya berasal dari orang-orang sukses saja. Atau Orang-orang hebat yaitu orang-orang yang memiliki nama besar belaka. Namun penting untuk diketahui dan dipahami bahwa kami yang berasal dari kehidupan sederhana masih dapat merakit motivasi besar dan dorongan yang kuat untuk meraih semua impian hidup ini.
        Aku tak ingin hidup hanya dalam lingkaran kedai ini, aku punya impian, cita-cita yang akan aku raih untuk kedua orang tua ku, terutama ibu ku yang telah membesarkanku sejak kecil, kakak, dan adik – adik ku. Maka dari itu aku belajar dari semua pengalaman yang aku dapatkan.

        Hari ini aku menulis cerita hidup ku, aku menulis tidak untuk menunjukan rasa haru. Harapan ku cerita sederhana ini memberikan inspirasi yang besar untuk semua yang membaca. Esok aku harus melanjutkan pelajaran ku, visi-visi ku, untuk kedua orang tua ku nanti agar dapat tertidur nyenyak dimalam hari seperti orang tua – otang tua yang lain, saat bermimpi indah dan beristirahat di atas kasur nya. Saat ini aku dan ayah ku hanya berpegang pada komitmen yang kami rakit bersama. Dia mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak nya, dan aku sebagai anak ditugaskan untuk melanjutkan hidup dengan menimba seluas-luas nya ilmu sebagai bekalku, agar aku dapat mencapai cita-cita dan memutuskan rantai kemiskinan dengan pendidikan setinggi-tingginya.

        Untuk mencicipi kebahagiaan harus pernah merasakan sakit-sakitan. Berani menghampiri bayangan ketakutan, karena jika kita berhasil menakhlukan bayangan tersebut, itulah keberhasilan yang sesungguh nya. Tidak ada orang yang baru di lahir kan langsung sukses. Semua penuh dengan lika-liku hidup yang bagaimana ia berhasil memilah jalan hidup nya.

        "Jangan pernah takut untuk mengejar impian jika hanya karena kamu miskin, sebab Tuhan telah mengatur jalan kamu. Pelajarilah apa yang telah di ajarkan Nya dari perjalan hidupmu yang tidak akan pernah menjadi sia-sia. "

***

0 komentar:

Posting Komentar