Aku? Seperti ini..
Oleh : Firas Luthfi Dwiyansyah
Malam ini aku masih mampu membuka mata dan menulis
sebuah cerita, yaitu sebuah perjalan hidup. Satu kata demi satu kata ku
tuangkan dalam sebuah ketikan tangan sederhana, sesekali jariku berhenti sebab
aku harus melayani beberapa pembeli yang singgah di kedai ayahku. Di tepi
jalan, tempat dimana orang yang berkendaraan berlalu lalang, telah menjadi
pandangan yang tak asing bagi ku. Ketika ia berhenti di depan kedai, dengan
ramah aku melayaninya. Malam ini tak ada satu bintang pun ku lihat, angin malam
yang dingin merasuk dalam setiap pori-pori kulit ku, hingga terasa dingin
menembus sampai ketulang-tulang ku. Aku dengan seorang laki – laki separuh baya
yang sedang duduk mengarah ke peralatan kerjanya. Matanya yang cekung, tulang
pipi menonjol dengan pipinya yang kempis, dan aku pun memperhatikan kedua
tulang tangan nya yang berisi sedang
bekerja, membetulkan handphone. Kami menjual pulsa, asesoris handphone dan
membetulkan berbagai handphone.
Malam ini aku
bekerja dengan menjaga dagangan dan menanti kehadiran pembeli untuk membetulkan
handphonenya dan menghabiskan barang-barang yang ku dagang. Setiap hari ini ku
jalani, bergantian dengan ayahku jika aku hendak bersekolah. Sepanjang hari
kedai ini di buka, dari pagi kesiang, sore, lalu kemalam hingga pagi nya lagi
dan berulang-ulang terus menerus kedai ini tetap terbuka. Di tempat ini aku
banyak mendapat kan pelajaran hidup. Aku bersama dengan pedagang lainnya,
orang-orang pendistribusi barang dagang, penjaga malam, dan orang-orang sekitar
kedai ayahku. Nama nya juga aku berjaga kedai di tepi jalan, tempat umum,
tempat banyak orang berlalu lalang. Ini lah tempat kami mencari nafkah untuk
hidup. Aku adalah laki – laki yang dibesarkan oleh seorang ayah yang tampan dan
sangat hebat. Aku hanya tinggal bersama ayah dan satu adik tiri ku. Mungkin
kalian bertanya "Ibu....?". Aku tak lagi tinggal bersama ibu karena
ayah dan ibu ku sudah bercerai sejak aku masih berumur 9 tahun.
Awalnya aku tinggal bersama ibu, kakak, dan
adik ku, namun setelah aku lulus dari jenjang SMP, aku memutuskan untuk ikut
dengan ayah ku karena aku merasa kasihan dengan ibu ku yang sudah rela banting
tulang membiayai kita semua sebagai anak. Mungkin dengan aku ikut ayah,
nantinya ibu bisa agak ringan lagi karena ibu hanya tinggal membiayai kakak dan
adik ku saja.
Kembali lagi ke ayah, jadi aku dengan ayah hanya
tinggal bertiga. Aku hidup dengan tangan seorang laki - laki yang kuat yang
bisa menggantikan tugas ibuku. Aku harus mengakui bahwa aku adalah korban
broken home. Rumah tangga yang gagal dibina. Aku tak malu mengakui ini, karena
ini adalah kenyataan hidup yang tak dapat ku sembunyikan dari orang-orang yang
tahu benar tentang hidup ku. Aku tak perduli bagaimana orang beranggapan tentang
broken home. Bagi ku ini semua adalah perjalanan hidup. Mana ada orang yang mau
hidup dengan tekanan batin akibat rusaknya hubungan yang terjalin di dalam
rumah tangga, tapi ini adalah sebuah pilihan. Aku tak dapat mencegah keputusan
orang tua ku, karena ini adalah keputusan mereka. Mungkin dengan hidup seperti
ini ada hal yang lebih indah dan penuh makna yang di sembunyikan Nya, menurut
ku seperti itu. Menjadi anak broken home bukan suatu yang hina bagi ku, setiap
orang mempunyai perjalanan hidup masing-masing, dan ini adalah hidup yang telah
ditulis Nya.
Aku masih dapat hidup bersama keluarga kecil ku, walau kadang tak dapat ku pungkiri
bahwa aku sangat merindukan kehangatan sebuah keluarga, dan kebersamaan dengan
keluarga, namun, saat aku mulai merasakan lemah itu, aku melihat aku masih
punya ayah yang kuat, aku punya adik yang menjadi motivasi ku untuk hidup tegar
seperti ayah ku tercinta, aku segera bangkit dan tidak ingin terlarut dalam
kelemahan karena jika aku merasa lemah yang mendalam, maka aku akan terjatuh,
sekali aku terjatuh, aku akan tertinggal. Maka untuk tidak menjadi seperti itu,
aku lekas menepis dan bangkit dari jeritan-jeritan lemah itu. Aku ingat betul
kata-kata ini adalah kata-kata yang menjadi motivasi ku. Kata-kata yang tak
pernah ku lupakan yang di sampai kan dari seorang polisi yang pernah singgah di
kedai ku saat aku berdagang.
Banyak pelajaran yang dapat ku ambil dari
orang-orang di sekitar yang kutemui pada tiap hari-hari ku. Dari penjaga malam
dan bapak-bapak sekitar kedai ayahku misalnya, aku sudah ramah dan akrab dengan
mereka. Aku sering bercanda gurau untuk tetap ceria dengan canda tawa mereka.
Ini sangat menyenangkan bagi ku. Aku jadi merasa tak sendiri, aku memiliki
banyak orang-orang yang menjadi inspirasi bagi ku. mereka selalu singgah dan
menjadi pelanggan, untuk sekedar membeli asesoris handphone, pulsa ataupun
membetulkan handphone di kedai ku. Mereka terkadang menemani aku bahkan menjaga
ku dari berjaga kedai pada malam hari. Dengan mereka, mendengar cerita mereka,
semangat mereka dalam menjalani hidup, dan tak jarang mereka selalu memberikan
nasihat baik untuk ku.
Aku tak
terlalu ambil pusing kepada orang-orang yang menilai buruk atas ku, ada orang
yang menganggap aku seperti laki - laki tak baik karna aku masih harus menjaga
kedai hingga tengah malam. Itu semua ku alihkan karena kuat ku untuk hidup ku,
tak banyak yang tahu tentang apa yang sebenar nya ku cari dan untuk apa aku
jalani hidup seperti ini. Selagi aku masih berjalan dalam jalur yang benar, aku
siap hadapi dan menjalani hidup ini. Aku sudah terbiasa hidup dengan
orang-orang sederhana. Mereka tak akan membuat gentar perjalanan ku, karena
hanya aku yang mengendalikan hidup ku, dan hanya aku yang mengerti akan menjadi
apa aku nanti. Bagi ku seorang motivator tidak hanya berasal dari
orang-orang sukses saja. Atau Orang-orang hebat yaitu orang-orang yang memiliki
nama besar belaka. Namun penting untuk diketahui dan dipahami bahwa kami yang
berasal dari kehidupan sederhana masih dapat merakit motivasi besar dan
dorongan yang kuat untuk meraih semua impian hidup ini.
Aku tak ingin hidup hanya dalam lingkaran kedai ini, aku
punya impian, cita-cita yang akan aku raih untuk kedua orang tua ku, terutama
ibu ku yang telah membesarkanku sejak kecil, kakak, dan adik – adik ku. Maka
dari itu aku belajar dari semua pengalaman yang aku dapatkan.
Hari ini aku menulis cerita hidup ku, aku menulis tidak
untuk menunjukan rasa haru. Harapan ku cerita sederhana ini memberikan
inspirasi yang besar untuk semua yang membaca. Esok aku harus melanjutkan
pelajaran ku, visi-visi ku, untuk kedua orang tua ku nanti agar dapat tertidur
nyenyak dimalam hari seperti orang tua – otang tua yang lain, saat bermimpi
indah dan beristirahat di atas kasur nya. Saat ini aku dan ayah ku hanya
berpegang pada komitmen yang kami rakit bersama. Dia mencari nafkah untuk
menghidupi anak-anak nya, dan aku sebagai anak ditugaskan untuk melanjutkan
hidup dengan menimba seluas-luas nya ilmu sebagai bekalku, agar aku dapat
mencapai cita-cita dan memutuskan rantai kemiskinan dengan pendidikan
setinggi-tingginya.
Untuk mencicipi kebahagiaan harus pernah merasakan
sakit-sakitan. Berani menghampiri bayangan ketakutan, karena jika kita berhasil
menakhlukan bayangan tersebut, itulah keberhasilan yang sesungguh nya. Tidak
ada orang yang baru di lahir kan langsung sukses. Semua penuh dengan lika-liku
hidup yang bagaimana ia berhasil memilah jalan hidup nya.
"Jangan
pernah takut untuk mengejar impian jika hanya karena kamu miskin, sebab Tuhan
telah mengatur jalan kamu. Pelajarilah apa yang telah di ajarkan Nya dari
perjalan hidupmu yang tidak akan pernah menjadi sia-sia. "
***
0 komentar:
Posting Komentar