Selasa, 19 Maret 2013

Dosa Terindah

Oleh : Niles Cholifiyah Sudrajat

Sudah berjam-jam Nana menatap dinding langit di kamarnya yang remang-remang sambil tersenyum mengenang saat ia bertemu dengan Deviana Aditya untuk pertama kalinya. Ketika itu ia sedang menyusuri lorong yang berada di sekolahnya seorang diri. Kemudian ia melihat ada lelaki yang datang dari ujung lorong dengan sedikit berlari dan nampaknya buru-buru. Lelaki itu membawa bola basket di tangannya. Ketika mereka berpapasan, Lelaki itu sedikit menyenggol bahu Nana hingga Nana terkejut dan hampir membuatnya terbentur tembok.
‘Aduh selow dong lo’ Ucap Nana sedikit ketus.
‘Eeeh sorry, sorry, gue buru-buru’ Balas lelaki itu.
‘Iya gapapa. Lain kali hati-hati’ Jawab Nana dengan sedikit kesal.

Nana tak pernah tahu kalau lelaki yang sempat membuatnya kesal itu bisa membuatnya selalu teringat-ingat akan sosoknya. Hingga akhirnya Nana mengetahui namanya, kelasnya, alamat rumahnya hingga SD tempat Devi berasal. Nana pun tahu kalau Deviana Aditya itu tidak suka dipanggil Devi. Tetapi ia lebih suka dipanggil Adit. Hingga suatu hari, sekolahnya mengadakan pendaftaran untuk ekstra kulikuler. Dan semua siswa termasuk Nana harus mengikutinya. Pada kesempatan itu juga, Nana dipertemukan kembali dengan Adit. Dan tanpa Nana sangka, Adit menyapa Nana.

‘Oy? Lo yang di lorong itu bukan?’
‘Ha? Oh iya yang waktu itu’ Jawab Nana
Sorry banget ya yang waktu itu, gue ga sengaja’ Ujar Adit
‘Oh, iya sih gapapa, nyelow aja’ Balas Nana dengan nada santai.
‘Oya by the way nama lo siapa?’ Tanya Adit tiba-tiba
‘Gue?’ Tanya Nana heran. Untuk apa Adit bertanya siapa namanya? Atau mungkin karena Adit merasa tidak enak pada Nana karena kejadian di lorong itu pikirnya.
‘Iyalah elo, siapa lagi’ Balas Adit
‘Gue Fitri Nana, lo?’ Nana balik bertanya siapa namanya. Walaupun sebenarnya ia sudah tahu siapa namanya.
‘Gue Adit. Oya lo ikut ekskul apa?’ Tanya Adit lagi
‘Basket dong’ Ucap Nana bangga
‘Widih sama dong, daftar bareng aja yuk’ Ajak Adit pada Nana
‘Boleh deh’ Jawab Nana tanpa ragu. Sejak saat itu, mereka mulai berteman. Mereka juga sering pulang bersama dan latihan basket bersama hingga mereka semakin dekat. Bisa dibilang, mereka bersahabat. Seiring kedekatannya dengan Adit, Nana merasa ada yang lain yang ia rasakan. Bukan perasaan dari ‘teman’ pada ‘teman’, namun perasaan dari ‘wanita’ pada ‘pria’, atau dengan kata lain, Nana menyukai Adit.

Suatu hari, Nisa, teman dekat Nana bertanya pada Nana dengan wajah penasaran.
‘Na? Lo jadian sama Adit?’
‘Hah? Apaan? Kaga. Kata siapa? Darimana?’ Tanya Nana tak percaya
‘Tuh anak basket pada bilang gitu’ Jawab Nisa santai
‘Is engga Nis. Gossip aja mereka mah’ Ucap Nana pada Nisa, membela dirinya.

Sebenarnya, Nana sangat menginginkan kabar burung itu menjadi nyata. Namun kabar burung yang Nana harapkan akan terjadi harus ia pendam dalam-dalam. Karena ternyata Adit sudah punya kekasih, namanya Haura Nada Lyta, anak luar sekolah. Betapa kecewanya Nana mendengar kabar itu. Namun Nana tetap berusaha bersikap seperti biasa saat ia belum mengetahui kabar itu. Hingga akhirnya tanpa pernah Nana duga, Adit mengungkapkan perasaannya pada Nana.
‘Na, gue pengen lo tau, selama ini gue suka sama lo. Lo mau jadi cewe gue?’
‘Hah? Serius lo? Terus Nada gimana?’ Tanya Nana panik
‘Lo tau soal Nada? Itu urusan terakhir, yang penting lo mau apa ga?’ Tanya Adit sedikit mendesak Nana

Sebagai perempuan normal, tentu Nana akan merasa sangat senang apabila lelaki yang selama ini ia idam-idamkan mempunyai perasaan yang sama dengannya. Terlebih jika bisa menjadi kekasihnya. Tanpa pikir panjang, Nana menjawab ‘iya deh, gue mau’.

Hari-hari yang Nana lalui sekarang terasa lebih indah sejak Adit menjadi kekasihnya. Hampir dua bulan mereka berpacaran, menikmati kisah-kisah indah mereka. Namun kebahagiaan ini tak lama Nana rasakan. Semua pupus karena sosok Nada yang begitu penting untuk Adit. Ketika itu Nana dan Adit sedang berbincang-bincang, tiba-tiba ponsel Adit berbunyi. Entah dari siapa, Adit terlihat sangat gugup dan tegang ketika berbicara dengan lawan bicaranya itu. Ketika Adit kembali, Nana bertanya
‘Siapa Dit?’
‘Nada masuk rumah sakit Na’ Jawab Adit
‘Terus? Apa hubungannya sama lo? Udah putus kan?’ Tanya Nana bingung
‘Belum Na’ Jawab Adit enteng
‘Kok gitu? Kenapa?’ Tanya Nana dengan nada yang sedikit tinggi
‘Karna gue sayang kalian berdua, gue butuh lo yang selalu ada di samping gue Na’ Jawab Adit jelas

Setelah Adit menceritakan kondisi Nada, Nana mengerti bahwa Nada lebih membutuhkan seorang Adit. Nana memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Adit. Nana menyesal, karena ia telah menerima cinta Adit. Mengapa tidak sejak awal ia tolak semua ini. Setelah Nana merasa nyaman dengan sosok Adit sebagai kekasih, kini Nana harus melupakan perasaannya pada Adit dan kembali menganggap Adit sebagai sahabatnya. Memang hal yang sulit bagi Nana. Namun rasa bersalahnya pada Nada mengalahkan semuanya. Nana merasa berdosa karena telah menjadi parasit dalam hubungan mereka. Mungkin ini adalah dosa terindah yang pernah Nana perbuat selama hidupnya. Nana mengalah demi kebaikan Nada. Nana sadar, keputusan dia untuk menerima cinta Adit adalah sebuah kesalahan. Menerima cinta seseorang yang sudah memiliki kekasih. Sebuah kesalahan yang tidak akan pernah lagi terulang dalam kehidupan Nana. Cukup dengan Adit dan Nada Nana merasakan semuanya. 

***

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Ini cerpen jadi hotline di blog ini? Karena judulnya kali ya wkwkwk. Btw, nama aku ih meuni cholifiyah :(

Posting Komentar